MENULIS
ADALAH TERAPI JIWA
MENULIS
ADALAH TERAPI JIWA. Di dunia ini, siapapun orangnya pasti
punya masalah. Pun dengan saya. Meskipun kadang saya suka tertawa
terbahak-bahak, bukan berarti saat itu saya behagia dan tanpa masalah.
Begitupun saat saya menangis, belum berarti saya enggak bahagia.
Setiap manusia pasti
punya masalah. Tapi mereka mempunyai cara tersendiri untuk mengemas masalah itu
dan mempunyai cara tersendiri pula untuk menghadapinya sampai menyelesaikannya.
Ada yang mewaraskan dirinya dengan me
time. Dan setiap me time seseorang itu berbeda-beda. Ada yang suka naik gunung
demi menjaga kewarasannya, yang emak dan embak mungkin dengan nyalon dan
shoping, dan yang lainnya.
Tulisan ini adalah
collaborative blogging. Baca juga :
Lantas, bagaimana dengan saya? Seorang momworking sekaligus blogger, dengan segudang aktivitas dan pekerjaan kantor yang begitu membludak?
Bohong jika saya selalu
waras dalam menjalani setiap aktivitas saya. Munafik sekali jika saya berkata,
saya selalu bahagia dan hidup saya tanpa masalah. Meskipun beberapa kawan berkata, saya ini
tipekal orang yang ceria, tapi kenyataannya pasangan saya tak berkata begitu.
Bahkan di suatu malam, mas bojo pernah protes : “Ayah kangen mama yang dulu,
mama yang selalu ceria dan penuh senyuman.”
Saya hanya mampu
terdiam. Kenyataannya saat kita tengah diuji banyak masalah, tersenyum menjadi
suatu hal yang cukup sulit. Jika dulu saya mudah tersenyum, karena masalah dulu
lebih ringan dari apa yang sekarang saya lakoni. Dulu Cuma mikir kuliah, jajan,
maen, pacaran, sahabat dan diri sendiri. Sementara sekarang? Pagi sampai siang
saya berada di kantor, sebagai kepala sekalgus staf Tata Usaha yang mengerjakan
segala administrasi sekolah dan operator sekolah dengan tanggung jawab yang
begitu besar. Sementara saat pulang dari kantor, saya sudah harus bersiap
dengan anak lanang yang sedang aktif-aktifnya. Sayapun dituntut harus aktif
menstimulasinya dan menemaninya belajar. Belum lagi saya juga punya pekerjaan
sebagai blogger, hingga sejenak meninggalkan impian sebagai penulis.
Di kantor, urusan bukan
soal pekerjaan saja. Tapi juga soal hubungan dengan rekan kerja yang terkadang
pasang surut. Pun di rumah. Bukan Cuma urusan anak dan pekerjaan rumah saja.
Tapi juga banyak masalah-masalah yang menghampiri. Bukan sekedar ngomongin
ekonomi saja, tapi juga ada bumbu cinta dan keluarga besar. Ah, namanya juga
hidup, pastilah banyak masalah.
Dari sekian banyaknya masalah, lantas bagaimana saya menjadikan diri ini tetap waras?
Me time, itu adalah
jawaban saya. Jujur, saya adalah sosok yang suka jalan-jalan dan jajan. Bahkan,
saya bisa uring-uringan sendiri kalau lama enggak jalan—biasanya ngemall—dan
jajan. Etapi mengingat kondisi diri saat ini, saya adalah seorang ibu yang punya
tanggung jawab, sayapun bisa berdamai soal jalan dan jajan. Saya mencoba dengan
melakoni me time saya yang bisa saya kerjakan di rumah.
Me time ala saya...
Me time saya adalah
nonton film. Padahal saya ini gampang baper. Wkwkwk... Selain itu, me time saya
adalah membaca. Biasaya saya suka sekali melahab novel romance. Dan me time
sekaligus terapi jiwa bagi saya adalah menulis. Dengan menulis, saya merasa
beban saya berkurang. Yups, mungkin ini adalah efek karena saya sedari remaja
memang suka menulis diary dan mencurahkan segala keluh kesah melalui tulisan.
Saya memang lebih suka
menulis daripada curhat alias ngomongin masalah diri ini. Saya tipekal
perempuan yang sulit mengungkap kata melalui bicara. Belum rampung saya curhat,
bisa jadi saya sudah nangis sesenggukan. Makanya, saya lebih suka curhat dalam
bentuk tulisan.
Di mana saya harus
curhat?
Jika dulu saya punya
buku diary, apakah sekarang masih punya? Saya jawab TIDAK PUNYA! Mungkin karena
perkembangan teknologi, saya yang dulu suka curhat di buku diary sampai
dikunci-kunci, lah sekarang kok dengan pedenya suka curhat di medsos dan banyak
dibaca orang. Belum lagi hobi yang suka nyepam di twitter dan PM BBM. Duh...
Etapi jangan salah,
saya menyelipkan curhatan saya dalam bentuk fiksi. Jadi enggak jarang
teman-teman saya nanya, itu buat bahan tulisan terbaru, ya?
Saya jawab saja iya, meskipun sebenarnya saya tengah curcol dan galau.
Terkadang, saya menulis
cerpen sekaligus curhat. Soalnya saya pernah, curhat mentah-mentah di blog dan
menuai banyak protes. Alhasil, sayapun memprivat tulisan saya itu dan Cuma
tayang sehari doang. Dan dari curhatan saya itu, banyaklah penilaian postif dan
negatif sekaligus saran dan kritik.
Bdw, suka nulis fiksi, enggak takut kalau tulisanmu menjadi kutukan bagi dirimu?
Sebagai seorang yang
dengan pede melabeli diri sebagai penulis, apa yang saya tulis adalah selipan
curhana hati dan apa yang saya lihat dan dengar dari sekeliling saya. Sedikit
saya berimajinasi. Karena saya lebih suka bermain feeling. Dan entah kenapa,
saya merasa feeling ini begitu kuat.
Bagi saya, jika tulisan
saya kelak menjadi kenyataan, itu bukanlah satu kutukan. Itu adalah kekuatan
feeling dan sugesti saja.
Traumakah saya menulis?
Enggk. Meskipun banyak
pro dan kontra yang saya dapatkan dari menulis, tapi sama sekali saya tidak
trauma.
Apakah saya ingin berhenti menulis?
Jika saya berhenti
menulis, berarti saya berhenti memberikan terapi bagi diri ini. Jika saya
berhenti menerapi diri, bagaimana dengan kewarasan saya? Saya sealu tetap waras
karena saya menulis. Saya menulis dan mengeluarkan segala beban. Ya, saya
berbagi cerita. Saya berharap, cerita saya kelak akan menjadi sebuah inspirasi.
Iya, itu saja... selain menulis sebagai terapi jiwa, saya yakin kalau menulis
adalah berbagi. Berbagi kisah dan berbagi cerita.
Jangan lupa beli buku Love Is Friendship By Witri Prasetyo Aji di Indomart terdekat :
Betuuuuul... menulis itu terapi jiwa.
ReplyDeleteSaya juga kalo gundah selalu mengeluarkan lewat tulisan. Dalam puisi biasanya.... biar pembaca multitafsir. Hehehe...
Betuuuuul... menulis itu terapi jiwa.
ReplyDeleteSaya juga kalo gundah selalu mengeluarkan lewat tulisan. Dalam puisi biasanya.... biar pembaca multitafsir. Hehehe...
Ciee ...
ReplyDeleteSelamat, ya, Mak, atas bukunya ^^
menulis itu menyembuhkan ya mbak, semacam trauma healing..hanya saat menuliskannya hrs tetap 'waras' dan mawas diri :)
ReplyDeleteSangat setuju, Mbak, demikian pula dengan saya, bila sudah menulis maka ada yang terasa ringan, plong :)
ReplyDeleteOh ya, Mbak, sekalian izin ya, barusan saya follow blog ini, makasih...
Setuju banget Mbak :)menulis=terapi
ReplyDeleteada yang baru di www.awanhero.com. intip, ya. Tegkyu :)
Saya setuju mbak dengan mengekspresikan diri dari sebuah pengalaman pribadi ke dalam tulisan dan bermanfaat bagi orang lain.
ReplyDeleteEmang sebuah tulisan lebih memiliki arti bila dari pengalaman pribadi :3
ReplyDeleteKaya tau aja tong :D hahaha
Delete