Surat Hari 8 : Kita
Berpura Pacaran?
"Yuk, kamu mau
makan di mana?" Tanyamu dengan pedenya. Karena sekarang, kau sudah berani
menemuiku dan tak malu menyapaku seperti dulu.
Aku hanya mampu
mengerutkan kening. Kau tahu kenapa? Karena kau sama sekali tak pernah bermain
dengan omonganmu. Dan semalam, kau memang menantangku. Sebenarnya, siapa yang
malu atas perkenalan ini.
"Malu makan sama
aku?" Tanyamu padaku. Sementara aku
hanya menggeleng. Aku hanya ragu. Aku harus keluar sama pacar orang? Lantas,
gimana kalau pacarmu tahu?
"Enggak mau
temenan sama aku? Karena aku bukan anak orang kaya?" Itu adalah ucapan
yang paling aku benci. Aku bukan orang yang seperti itu. Orang tuaku sama
sekali tak pernah mengajariku berkawan lantaran materi.
Dan akhirnya, aku
terjerumus dalam permainanmu. Aku tak tahu, akhirnya akan bermuara ke mana.
Karena dengan beraninya kau putuskan, kita pura-pura pacaran. Katamu, demi aku
agar mereka tak ganggu aku lagi.
"Iya." Hanya
jawaban itu yang mampu aku ungkap. Karena aku tak tahu, harus menolak atau
menerima tawaran konyol itu. Di lain sisi, aku lelah menghadapi para lelaki
yang selalu mendekat karena kesendirianku. Tapi sisi lain, kau bukan sendiri
lagi.
Semenjak saat itu, kau
justeru semakin asyik mengunjungiku. Mendatagi ke kelasku. Tapi maaf, aku tak
bisa mengizinkan kamu bertandang ke rumahku. Karena kamu, bukan pacarku.
Dan sungguh kau lancang
melanggarnya, kau justeru mengikutiku saat aku pulang dari kampus. Dan kau, di
hari Minggu itu mengunjungiku. Argh, kau sungguh nekat. Aku tak tahu apa
motifnya kau mendekatiku padahal kau
telah berdua.
Dan hari selanjutnya,
mereka benar beranggapan bahwa kita pacaran. Hingga telingaku mendengar luka
itu, membeberkan kau telah berkasih dan berdua dengan lelaki berkasih. Argh,
tetap akulah yang bersalah. Aku bagai wanita tak tahu diri. Dan kau tahu
rasanya? Sakit...
Salam Hangat
Witri Prasetyo Aji
Keren Mbak artikelnya ^^ Lanjutin dong ^^
ReplyDeleteInshaa Allah setiap hari, Mas... selalu di update... nantikan yaaa... ;)
ReplyDelete