SEINDAH PERPISAHAN KARENA CINTA
Kata
mereka, tiada keindahan dalam sebuah perpisahan. Karena mereka selalu
meneteskan air mata setiap perpisahan itu hadir. Mengenang kebersamaan dan
melepas kenangan, semua terasa menyakitkan, katanya.
Tapi,
berbeda denganku, aku selalu bahagia saat perpisahaan itu datang. Karena
bagiku, perpisahan adalah simbol kehidupan baru yang pantas untuk aku syukuri.
Kalau mereka bertanya, kenapa tak kecewa, jujur kecewa itu ada tapi bukan untuk
dirasakan melainkan biarkan berlalu saja. Karena aku sadar, setiap kehidupan
pasti akan melewati perpisahan.
*
“Noni...”
Terdengar suara Kaia memanggilku dari arah luar. Aku yang masih mengantuk,
langsung terbangun dan membukakan pintu kamar.
“Ada
apa, Ia?” Tanyaku sedikit penasaran. Karena tak biasanya Kaia mau mengetuk
pintu kamarku. Gadis anak pejabat itu jarang sekali bersosialisasi bersama kami
semua. Dia lebih menyukai menyendiri, karena dengan sendiri, dia akan jauh dari
luka.
“Nih,
ada surat buat kamu,” jawabnya sembari memberikan sebuah amplop untukku.
Keningku
berkerut. “Surat?” Tanyaku sembari menerima amplop yang Kaia sodorkan. Kaia
hanya mengangguk. “Dari siapa?” Tanyaku lagi.
“Aku
tak tahu, tadi ibu kos yang menitipkannya padaku,” jawabnya tanpa basa-basi
lalu nyelonong pergi.
Setelah
sosok Kaia sudah tak terlihat lagi dalam pandanganku, aku kembali masuk ke
kamar dan dan menutup pintu. Kubuka amplop berwarna biru itu, sepucuk surat
berada dalam gengamanku. Surat yang kubaca mampu membuatku meneteskan air mata.
Surat yang sebenarnya tak pernah kuharapkan kehadirannya.
“Pras,”
ucapku dengan lirih.
Tiba-tiba
saja, dalam pandanganku terlintas sosok lelaki gagah yang selama ini menghuni
relung hatiku. Sosok yang selalu membuatku kuat untuk menjalani kehidupan ini.
Sosok yang sangat aku cintai dan selalu aku banggakan. Tapi sayang, sosok itu
tak pernah disukai oleh kedua orang tuaku. Bahkan sampai bapak tiadapun,
hubungan kami sama sekali tak direstui.
Aku
masih ingat dengan jelas, ucapan bapak,
tiga hari sebelum bapak pergi untuk selamanya. Di ruang tengah, saat kami
sekeluarga berkumpul, termasuk kakak-kakaku dan isterinya, bapak benar-benar
mewanti-wanti agar aku melepaskan si Pras.
“Noni,
bapak tidak pernah meminta apa-apa dari kamu, tapi kali ini bapak mohon, patuhi
bapak,” ucap Bapak dengan nada pelan. Bapak memang tak pernah berbicara dengan
nada tinggi, bahkan disaat marah sekalipun. Berbeda dengan ibu, ibu selalu
berbicara dengan nada tinggi dan kerap marah-marah.
“Bapak
mohon, lepaskan si Pras. Lelaki itu tak baik untuk kamu, Nduk!” Tambah Bapak.
Aku
hanya diam dan menunduk. Tak berani menjawab. Aku takut berdusta, aku takut tak
bisa menepati janjiku.
“Noni,
kali ini bapak benar-benar memohon. Bapak harap, kamu mau menuruti permintaan
terakhir bapak ini.”
Dan
akhirnya, akupun terpaksa mengangguk. Meski sebenarnya semua terasa berat.
Karena aku sama sekali tak pernah berharap akan berpisah dengan cinta pertamaku
itu. Demi dia, aku rela berhubungan diam-diam dan selalu berusaha
memperjuangkan cinta kami.
Tapi
hari ini, surat beramplop biru itu seolah menjadi jawabannya. Sepertinya aku
memang harus berhenti berjuang. Semua harus segera diakhiri. Cinta tak harus
memiliki. Dan inilah saat yang tepat untuk aku melepasnya, iya melepasnya.
*
Dengan
langkah yang berat, dengan wajah yang sendu, akupun datang ke acara yang tak
pernah terbayangkan sebelumnya. Jujur, aku ingin marah dan berteriak
sejadi-jadinya, tapi kurasa percuma. Karena semua itu hanya akan mempermalukan
diri sendiri.
Sementara
ingin menangis? Kurasa air mataku telah mengering. Aku tak mampu lagi menangis.
Karena semua terasa percuma.
“Sabar
ya, Non,” ucap Fika kepadaku.
Aku
hanya mengangguk. Sementara tangan Fika, tak melepaskan genggamannya.
Genggamannya seolah mempertegas agar aku kuat, sabar dan ikhlas.
Semakin
aku dan Fika memasuki ruangan berhias janur kuning itu, semakin sesak dadaku.
Apalagi saat aku melihat siapa sosok yang duduk berdampingan dengan cintaku
itu. Sosok yang pagi itu...
“Kaia?”
Ucapku tak percaya. Gadis itu...
Dan
aku sama sekali tak bisa menahan isakku. Aku memeluk erat Fika. Sahabatku itu
seolah merasakan apa yang aku rasakan. Dada ini sungguh terasa perih. Bagaimana
aku bisa kuat, melepaskan lelaki yang 5 tahun aku perjuangkan untuk teman
kostku? Bagaimana aku bisa menyaksikan semuanya?
“Selamat,
ya Pras,” ucapku memberi selamat. Dia hanya mengangguk.
Dan
aku semakin tak kuat melihat Pras dan Kaia duduk berdekatan di pelaminan.
Hingga semua kurasa gelap dan aku tak mengingat apa-apa lagi.
*
“Cinta
itu tidak harus memiliki, Non. Dan pada akhirnya, yang bertahun menyinta akan
kalah dengan siapa yang bersanding di janur kuning,” ucap Fika padaku.
Aku
hanya diam dan mengangguk. Semua memang terasa berat, tapi aku yakin inilah
yang terbaik. Aku ikhlas demi kebahagiaan Pras, demi bapak di alam sana dan
demi ibu yang sangat bahagia dengan keadaan ini.
“Aku
sudah ikhlas kog, Fi. Mereka adalah orang-orang yang aku cintai, jika semua ini
bisa membuat mereka bahagia, aku juga bahagia. Hanya saja, aku butuh waktu
untuk menerima semuanya ini,” jawabku panjang lebar.
Dan
aku yakin, seiring berjalannya waktu, semua akan baik-baik saja. Semua pasti
akan kembali seperti semula.
Dan
semenjak saat itu, silih berganti lelaki mengisi kekosonganku. Hingga bertahun
berlalu, hingga aku sadari usiaku tak lagi muda. Tapi sayang, dari kesekian
pengisi itu tak ada yang mampu menggantikan Pras dalam hatiku, dalam
hidupku.***
Duh sedihnya
ReplyDeleteDilarang keras baca tulisan ini dengan serius, bisa sedih.. Argh
ReplyDeleteSiap siap tisu... ;(
ReplyDeleteHikksss.... jadi baper nih mbk :'(
ReplyDeleteHikksss.... jadi baper nih mbk :'(
ReplyDeletekenapa seperti itu mbak akhirnyaaaa, kenapaaaaaa..huuaa. *lalu baper
ReplyDeleteMungkin karena laper, jadinya baper.... atau malah bapernya yang bikin laper???
ReplyDeleteHehehehe
eheemm...
ReplyDeletesi pras tetep tidak tergantikan ya...
enggak dijelaskan ya, pras gak baik nya itu kenapa?
ReplyDeleteWoh memang Kaia tu kamp*t, kenapa gak bilang aja waktu itu kalau amplop yg diserahkan adalah undangan dia sendiri T><T
ReplyDeletesemoga Noni segera mendapatkan pengganti yang lebih baik dari Pras,amin..
ReplyDeleteNyesek bacanya ..
ReplyDeleteMenyentuh
teman kost macam apa itu. nyebelin huh kasian noni
ReplyDeleteAduh, kasih tak sampai. Sediiih mb :(
ReplyDeleteIkhlaskanlah ...
ReplyDeleteTerimakash sudah berpartisipasi :)