Latest News

Surat Hari 14 : Sebuah Telpon Darinya

Surat Hari 14 : Sebuah Telpon Darinya



Aku SMS, aku menelponmu, lama kau menjawabnya. Bahkan sempat, sambungan telpon sedang sibuk. Kupikir, mungkin kau juga sedang sibuk.

Tapi...

Akhirnya kita tersambung. Kutanya, kenapa jawabnya lama, tak seperti biasanya. Biasanya kau langsung menjawab telponku, kau langsung membalas SMSku. Kenapa sekarang lama...

“Maaf, dia menelponku.”

Deg. Sesuatu berbeda menjalar dalam tubuhku. Hatiku seolah tak terima menerima kejujuranmu. Tanpa basa-basi, maafkan jika aku langsung menutup telponku. Dan entah dari mana asalnya, ada air yang mulai membasahi pipiku. Berasa sesak, atau mungkinkah ini yang dinamakan cemburu? Mungkinkah aku benar mencintaimu? Entahlah...

Berulang kau kembali menelpon, bahkan mengirim SMS. Namun sekali lagi aku minta maaf, aku sedang tidak ingin diganggu. Aku ingin sendiri dan biarkan aku sendiri. Jika kau membutuhkan teman, hubungi saja dia, aku tak akan marah dan akan kucoba menerimanya. Karena mungkin dia yang lebih berhak untukmu, dia yang lebih dulu mengenalmu, dia yang lebih dulu memilikimu.

Berulang. Kau tetap bersikeras menghubungiku. Hingga aku jengkel dan mematikan handphoneku.

Hmm, mungkin sedikit lebay. Tapi seperti inilah wanita, jika sudah terbakar cemburu.

Iya, dia mantanmu. Mantan yang dulu pernah kaubanggakan di hadapanku. Mantan yang dulu pernah kau puji setinggi langit hingga aku menaruh iri denganya. Namun sekarang...

Percuma kau menjelekkannya di hadapanku. Karena nyatanya kau pernah menyinta dengannya dan sampai saat ini, hubungan itu masih tertata rapi.

Bukan, bukan aku menginginkan permusuhan antara kau dengannya. Hanya saja, sekarang kau milikku dan aku cemburu.

Salam Hangat

Witri Prasetyo Aji

0 Response to "Surat Hari 14 : Sebuah Telpon Darinya"