Latest News

Surat Hari 6 : Sebuah Hubungan Yang Tak Direstui

Surat Hari 6 : Sebuah Hubungan Yang Tak Direstui





Saat kutulis surat ini, aku tak tahu harus sedih atau bahagia. Namun aku cukup lega, akhirnya kau berani jujur dan berani mencurahkan kenyataan kepadaku.

Aku menagih janjimu. Katanya, kau ingin memperkenalkan aku dengan kekasihmu. Berulang kau beralasan. Tapi kau tahu, aku bukan sosok yang mudah percaya, aku keras kepala, hingga kahirnya kau menyerah.

"Maminya tidak pernah menyukaiku," ucapmu kala itu.

Aku hanya bisa diam. Hingga akhirnya kau ungkap segalanya. "Kami berbeda suku, berbeda agama, berbeda status sosial. Aku Jawa, dia China. Aku muslim, dia nasrani. Aku adak orang tak punya, sementara dia anak orang berada. Pendidikannyapun tinggi, dia sudah strata dua," jujurmu padaku.

Argh, aku hanya bisa menarik nafas panjang.

"Apa cinta tercipta hanya untuk mereka yang sama derajadnya?" Kau bertanya padaku.

Langsung saja aku jawab TIDAK. Asal kau tahu, aku pernah merasakan apa yang kaurasakan. Aku tahu sakitnya cinta yang tak direstui. Dan kisahmu tak sememilukan kisahku.

Kau hanya tak direstui, sementara aku? Bukan sekedar cinta tak direstui, tapi cintaku juga dikutuk oleh ibuku. Aku pernah dijodohkan dengan lelaki mata duitan yang bilangnya mencintaiku tapi nyatanya dia lebih sayang harta orang tuaku. Dan kau tahu, hidupku tak lebih dari burung dalam sangkar emas dan selalu menjadi piala buat mereka yang mampu merebut hati kedua orang tuaku.

Kau tahu, 2 tahun aku hidup tanpa kawan. Rumah yang aku tempati tak lebih dari neraka. Aku kehilangan sahabat, aku kehilangan impian dan aku kehilangan waktu.

Dan sialnya, lelaki mata duitan itu tetap menungguku. Tapi tak semudah itu dia mendapatkanku, lebih baik aku mati daripada harus menikah dengan biadab seperti dia. Gayanya sok ustad, nyatanya dia memuakkan.

Hingga akhirnya Tuhan membukakan segalanya. Orang tuaku tahu, dia menghamili anak gadis orang. Parahnya lagi, dia enggan bertanggung jawab karena si gadis itu anak orang tak punya. Tanpa rasa malu, dia justeru mencari gadis lain yang anaknya orang kaya.

Semenjak itu, aku seolah menemukan kembali kehidupan yang hilang. Tapi semua telah berbeda. Aku juga kehilangan cintaku. Karena cinta itu nyatanya lebih memilih mengakhiri hidupnya daripada menanti waktu berpihak padanya.

Kini kau tahu, kenapa alasanku kenapa sampai saat ini aku masih memilih sendiri. Bukan pula karena rasa setiaku pada cintaku, tapi lebih tepatnya aku takut pada cinta yang tak direstui.

Dan kau, kenapa kau begitu galau dengan cintamu yang tak direstui? Kurasa, tiada salahnya pernikahan berbeda suku? Soal agama, kau bisa mengajaknya berjalan dalam keyakinanku? Bukankah seorang mualaf itu akan mendapatkan pahala yang besar. Sementara soal harta, rejeki itu di tangan Tuhan. Boleh jadi sekarang kau orang tak punya, tapi tiada tahu dengan takdir nantinya.

"Terkadang, aku ingin meninggalkannya. Tapi melihatnya? Sejak kecil dia sudah tidak punya bapak, kalau aku meninggalkannya, siapa yang akan menjaganya?" Ungkapmu waktu itu, penuh dengan kebimbangan.

"Sementara untuk melanjutkan kisahku, aku lelah menunggu kapan maminya akan merestui hubungan ini. Aku butuh kepastian."

Dan aku tak lagi mampu berkata apa lagi. Cintamu sungguh berada dalam dilema.

"Dan kau tahu, dia tidak akan pernah menikah dengan siapapun kecuali denganku. Itu janjinya padaku!" Katamu begitu yakin.

Begitu besarkah cinta kalian? Rasanya, aku akan menunggu pembuktian itu. Iyaaa... aku menunggu pembuktian itu.

Untuk kau, aku tahu kau lelaki yang baik. Aku yakin, suatu saat kau pasti akan mendapatkan gadis yang lebih baik jika dia memang bukan jodohmu.

Iya, semangatlah. Hidup bukan sebatas mencinta. Yakinlah akan kehendak Tuhan. Karena Dia adalah pemilik skenario yang terbaik.

Jika aku saja mampu melewati semua lukaku, kuyakin kaupun pasti mampu melewati jalanmu yang penuh dengan duri.

Selamat malam dan semoga kau mimpi indah.

Salam Hangat

Witri Prasetyo Aji

2 Responses to "Surat Hari 6 : Sebuah Hubungan Yang Tak Direstui"